Padang Pariaman, terbetik.com-Asap mengepul dari tong besi berukuran besar. Percikan api sesekali menyembul dari sela-sela penutup tong. Percikan api yang bisa membakar telapak tangan. Tapi, lelaki 70-an tahun malah makin bersemangat bekerja.
Namanya, Kundua. Sudah 73 tahun usianya. Selama 10 tahun ini, Kudua melakoni pekerjaan sebagai pembakar tempurung. Tempurung dibakar untuk dijadikan arang.
Pekerjaan bakar-membakar tampak sederhana. Tapi, tak segampang yang dibayangkan. Tak sembarang orang bisa membakar tenpurung untuk menjadi arang. “Arang ini kan untuk industri, bahkan sampai diekspor. Jadi, ada syarat khusus arangnya,” ujar Kundua.

Kundua memulai pekerjaan membakar tempurung pertama kali di Kota Padang. Ia bekerja pada seorang toke besar. Di usia senja, ia kembali ke kampung halaman. Di Kampung Cimpago, Sungai Sariak, Kudua terus mendapat tawaran untuk membakar tempurung.
Arang kini menjadi komoditas yang menjanjikan di Padang Pariaman. Hal itu karena harga jual yang stabil, ditambah lagi, tak susah mencari bahan baku di Padang Pariaman. Daerah ini dikenal sebagai sentra kelapa.
Kundua melakoni pekerjaan membakar tempurung. Ia tak mempunyai tenaga berlebih untuk mengurus pengiriman arang ke daerah lain. Bahkan, untuk mengumpulkan bahan baku saja, Kundua tak mengurusnya. Bahan baku diantarkan langsung oleh pengumpul. Kundua tinggal mengerjakan proses pembakaran.
Tak gampang membakar tempurung. Apalagi dalam jumlah yang tak sedikit. Pembakaran tempurung dilakukan di dalam tong besar yang terbuat dari besi. Sekali pembakaran, tong bisa memuat 6 karung tempurung atau sekitar 90 kg.
Sekali pembakaran selesai seharian. Tapi, pekerjaan Kundua belum selesai. Tempurung yang selesai dibakar mesti didinginkan dulu. Tak sebentar waktunya, bisa seharian pula. Setelah pendinginan, arang mesti dipilih yang mengalami pembakaran sempurna. Arang yang tak sempurna pembakarannya dipisahkan dulu. Selesai dipilih, arang dikemas dalam karung-karung besar. Dibutuhkan waktu berhari-hari melakukan pekerjaan itu.
Proses pendinginan arang menjadi bagian yang sangat penting. Menurut Kundua, api yang masih tersisa di arang tak boleh dimatikan dengan menyiramkan air. Api di dalam tong besi dimatikan dengan cara menimbun arang dengan batang pisang dan tanah liat.
Untuk mematikan api dan mendinginkan arang membutuhkan waktu yang lama. “Harus ekstra hati-hati karena walau tampak tak ada api, arang yang panas itu bisa melepuhkan tangan,” ujar Kundua.
Kelapa adalah komoditas yang bisa dimanfaatkan semua bagiannya. Mulai dari buah, air buah, tempurung, batang, daun, semuanya memiliki nilai ekonomi. Tapi, arang tempurung kini menjadi komoditas yang menjanjikan.

Menurut pengumpul arang tempurung, Hakim Ramadona, permintaan arang tempurung kini sangat besar. “Arang tempurung ini menjadi komoditas industri, dibuat briket, bahkan untuk industri medis,” ujar Hakim.
Hakim mengaku, setiap bulan ia mendapat order pengadaan puluhan ton arang tempurung. Mengingat produksi yang masih terbatas, Hakim mengaku cukup kewalahan juga memenuhi permintaan.
Untuk bahan baku, Hakim memgaku tak terlalu kesulitan. Ia kerap mendapatkan tempurung dari pengrajin kopra. Arang dari Pariaman menurut Hakim jadi incaran. Hal itu karena kualitas tempurung kelapanya sangat bagus.
Arang tempurung kini menjadi usaha yang dilakoni Hakim. Usaha ini menurutnya sangat menjanjikan. Arang tempurung seperti emas hitam yang berkilauan. “Saat ini harganya sangat stabil. Sama sekali tak terpengaruh pandemi,” ujar Hakim. (Zal)