Padang, terbetik.com-Sekitar seratus masyarakat dari Kinali, Pasaman Barat datangi DPRD Sumbar, Rabu (31/3) kemarin. Kedatangan mereka untuk mendukung rapat dengar pendapat (RDP) yang diselenggarakan Komisi I DPRD dalam upaya menyelesaikan sengketa lahan masyarakat dengan perusahaan sawit di Kinali.
RDP hari itu digelar komisi I dengan dihadiri oleh banyak pihak, hadir Ketua DPRD Pasaman Barat, perwakilan masyarakat Kinali, perwakilan dari perusahaan sawit PT. Laras Inter Nuasa (LIN), Kanwil BPN dan Dinas Kehutanan Sumbar.
Ketua Komisi I DPRD Sumbar, Syamsul Bahri mengatakan RDP tersebut merupakan RDP pertama yang digelar untuk mendengarkan pendapat dari berbagai pihak. Selaunjutnya akan digelar rapat-rapat lanjutan demi mendapatkan solusi terbaik dalam penyelesaian sengketa lahan tersebut.
“Kita berharap ada solusi terbaik, ada jalan tengah dimana investor kita jaga dan masayrakat kita perjuangkan haknya,” ujar Syamsul Bahri.
Syamsul mengatakan di Sumbar ini investasi sangat sulit, investor sangat sulit masuk. Oleh karena itu iklim investasi harus bagus. Namun bukan berarti hak-hak masyarakat diabaikan. Investor memang harus diperhatikan. Namun hak masyarakat menurut Syamsul harus diperjuangkan juga.
Sengketa lahan Kinali ini menurut Syamsul sudah sangat lama maka sangat baik untuk segera dicarikan solusi. Sehingga kedua belah pihak bisa sama-sama tenang dan tidak ada lagi permasalahan.
Setelah menggelar rapat dengar pendapat, Komisi I DPRD Sumbar akan memberikan rekomendasi penyelesaian masalah tersebut. Rekomendasi ini bisa menjadi pedoman penyelesaian dan pencarian solusi. Bagaimana pun, tambah dia, DPRD tak bisa bertindak sebagai eksekutor. Namun memperjuangkan solusi dengan rekomendasi adalah kewajiban sebagai wakil rakyat. “Hak masyarakat harus diperjuangkan,” tegas Syamsul.
Ketua DPRD Pasaman Barat, Pahrizal Hafni mengatakan bagaimana pun ada hak masyarakat di dalam usaha perkebunan sawit yang dijalankan perusahaan. Dia mengatakan perusahaan harus terbuka untuk menyelesaikan keluhan dan permasalahan dengan masyarakat.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, perlu ada penentuan batas lahan yang sesuai dengan hak guna usaha (HGU) peruntukan perusahaan sawit tersebut. “Solusinya cuma diukur ulang. Setelah diukur lalu dicarikan solusi bersama,” ujar Pahrizal.
Namun Pahrizal menegaskan sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan bahwa di dalam tanah dan usaha tersebut terdapat hak masyarakat.
Kuasa hukum masyarakat Kinali, Sugono mengatakan perusahaan sawit, telah menggarap tanah VI Koto dan menjadikannya perkebunan sawit. Padahal, menurut dia, tanah tersebut milik kaum tersebut tidak termasuk dalam hak guna usaha (HGU) yang diperbolehkan untuk dikerjakan oleh perusahaan tersebut. Ninik mamak Kinali dulu menyerahkan daerah langgam, katiagan, mandiangin, dan IV koto. Sementara VI koto tidak termasuk dalam kesepakatan.
“Kami meminta hal ini diselesaikan. Jangan PT LIN tertutup dan tidak mau membicarakan solusi,” ujar Sugono.
Sementara itu, perwakilan PT. LIN mengatakan mereka telah memiliki legalitas dan mendapatkan lahan tersebut dari perusahaan sebelumnya secara lelang yakni dari PT. TGS. PT. TSG inilah yang sebelumnya mendapatkan lahan tersebut untuk dijadikan perkebunan sawit pertama kali. (ist)