Padang, terbetik.com-DPRD Sumbar pecah suara terkait laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi Tahun 2020 pada rapat paripurna, Selasa (29/6). Sebagian Fraksi Partai Politik (Parpol) menolak menyetujuinya. Salah satu penyebab yakni dugaan penyalahgunaan dana penanganan covid-19 pada BPBD.
Fraksi yang menolak laporan pertanggungjawaban APBD tersebut yakni Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat dan Fraksi PDIP-PKB. Fraksi yang menerima PKS, PAN, PPP-Nasdem. Sementara Golkar menyatakan bisa menerima sebagian saja dari laporan tersebut.
Kata sepakat tidak kunjung didapat, keputusan akhirnya ditentukan dengan cara voting atau penghitungan suara perorangan dewan. Dari total 65 anggota dewan, yang hadir saat itu 50 orang. 28 menerima, 22 menolak. Dengan hasil perhitungan tersebut laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Sumbar Tahun 2020 disetujui DPRD dan peraturan daerahnya telah disahkan.
Fraksi Gerindra yang menyatakan banyaknya indikasi penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan kerugian keuangan daerah adalah penyebab utama Fraksi Gerindra menolak menerima.
“Terutama untuk penyalahgunaan anggaran penanganan covid 19 yang saat ini proses hukumnya masih berlangsung. Dananya miliaran rupiah, ini kerugian yang besar untuk daerah,” ujarnya.
Fraksi Gerindra, lanjut Hidayat, jelas mengecam tindak penyalahgunana dana penangan covid 19 tersebut. Oleh karena itulah penolakan laporan pertanggungjawaban APBD tersebut menjadi bukti konsistensi Gerindra dan fraksi lain yang juga sejak awal mengecam penyalahgunaan tersebut, yakni Demokrat dan PDIP-PKB.
Alasan yang sama juga menjadi salah satu penyebab Fraksi Demokrat dan PDIP-PKB menolak laporan pertanggungjawaban tersebut. Fraksi Demokrat meminta gubernur untuk segera menyelesaikan temuan dan rekomendasi BPK RI atas kegiatan penanganan covid 19.
Selain alasan terkait dana penanganan covid 19 itu, M. Nurnas dari Demokrat mengatakan ada permasalahan, salah satunya terkait pembangunan stadion utama. Anggaran yang digunakan besar namun penyelesaian hingga saat ini baru 32 persen. Terkait ini BPK pun meminta kajian komprehensif.
“Kemudian pembangunan gedung kebudayaan yang menelan dana Rp34 iliar namun dokumen-dokumen tidak lengkap, seperti IMB dan surat tanah,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Sumbar, Supardi menegaskan, dikarenakan cukup banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggarna yang terdapat dalam APBD dan perubahan APBD tersebut, maka DPRD menyatakan tidak bertanggung jawab terhadap semua permasalahan yang mengakibatkan munculnya kerugian daerah atau tindakan hukum lainnya.
Supardi mengatakan pasca telah dibahasnya laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tersebut DPRD memberikan beberapa catatan diantaranya kondisi yang menunjukkan keuangan daerah belum sepenuhnya mengambarkan telah terwujudnya prinsip akuntanbilitas, transparansi efektif dan efesien.
“Ini terlihat dari cukup banyak permasalhan dan indikasi kerugian daerah sebagai akibat dari salah penggunaan anggaran,” ujar Supardi.
DPRD menilai permasahan dan kelemahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan APBD umumnya dikarenakan lemah dalam perencanaan, pengawasan dan keterlambatan proses barang dan jasa. Permasalahan ini terus berulang dari tahun ke tahun sebagai bukti tidak ada evaluasi dan perbaikan.
“Catatan lainnya dilihat dari tidak seriusnya pemerintah daerah dan OPD terkait dalam menuntaskan tindak lanjut LHP BPK RI seolah ada indikasi pembiaran. Ini terlihat dari belum jelasnya pengembalian kerugian daerah dalam kasus SPJ fiktif dan penyalahgunaan dana penanganan covid 19,” ujarnya.
Selain itu DPRD menilai belum ada upaya sungguh-sungguh dari pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah. (ist)